Drs Bintang Susmanto Ak MBA CA QIA : Diperlukan Kebijakan Pemerintah Untuk Mensinergikan tugas TNI dan POLRI

mediatar | 17 April 2025, 04:51 am | 149 views

Jakarta, 17 April 2025 (mediataranews.com); Saat ini sedang dibahas Undang-Undang Polri. Ada baiknya dipertimbangkan clausul tentang pembantuan TNI di bidang keamanan dan ketertiban agar tidak terjadi dikotomi TNI – POLRI.

Kata “dikotomi” berasal dari bahasa Yunani dichotomia, yang berarti “pembagian menjadi dua.” Secara umum, dikotomi adalah pembagian atau pemisahan suatu hal menjadi dua bagian yang saling berlawanan atau bertentangan.

Dikotomi sering dipakai untuk menggambarkan dua konsep atau kategori yang dianggap tidak bisa berdampingan atau saling meniadakan.

Dikotomi TNI – POLRI bisa dilihat dalam hal peran, fungsi, dan kewenangan keduanya yang secara konstitusional berbeda namun sering dianggap atau dipersepsikan tumpang tindih. Berikut adalah dikotomi utamanya:

1. Fungsi Utama

• TNI (Tentara Nasional Indonesia): Bertugas menjaga pertahanan negara dari ancaman militer atau bersenjata dari luar maupun dalam negeri.

• POLRI (Kepolisian Negara Republik Indonesia): Bertugas menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, dan melindungi serta mengayomi masyarakat.

2. Karakter Lembaga

• TNI: Lembaga militer.
• POLRI: Lembaga sipil bersenjata.

3. Penanganan Ancaman

• TNI menangani ancaman militer/bersenjata.
• POLRI menangani ancaman kriminalitas/sipil.

4. Sistem Hukum yang Berlaku

• TNI tunduk pada hukum militer.
• POLRI tunduk pada hukum pidana umum/sipil.

5. Budaya Organisasi

• TNI lebih menekankan pada disiplin komando, hirarki, dan ketaatan absolut.
• POLRI lebih bersifat interaktif, pelayanan publik, dan fleksibel dalam pendekatan.

6. Wilayah Operasi

• TNI: Lebih fokus ke wilayah perbatasan, laut, udara, dan misi luar negeri.
• POLRI: Fokus pada keamanan domestik dan masyarakat sipil sehari-hari.

Tapi dalam praktiknya, batas ini kadang kabur, misalnya saat TNI terlibat dalam penanganan terorisme atau konflik horizontal, yang seharusnya jadi domain POLRI. Itu sebabnya dikotomi ini sering jadi bahan perdebatan dalam konteks reformasi sektor keamanan.

Berikut contoh nyata dari dikotomi TNI – POLRI yang pernah muncul dalam praktik:

1. Penanganan Terorisme

Contoh: Keterlibatan TNI dalam operasi melawan kelompok teroris seperti Santoso di Poso atau kelompok MIT (Mujahidin Indonesia Timur).
• Seharusnya: Penanganan terorisme adalah ranah Polri, khususnya Densus 88.
• Kenyataannya: Karena kompleksitas medan dan kekuatan bersenjata kelompok teroris, TNI dilibatkan melalui Operasi Tinombala.
• Implikasi Dikotomi: Muncul perdebatan tentang perlu tidaknya TNI masuk ke ranah keamanan dalam negeri.

2. Pengamanan Aksi Demonstrasi

Contoh: Aksi demonstrasi besar seperti Reformasi Dikorupsi 2019 atau aksi buruh.
• Seharusnya: Ini adalah ranah Polri, karena bersifat sipil.
• Kenyataannya: Terkadang TNI ikut diturunkan, terutama jika situasi dianggap berpotensi mengarah ke chaos.
• Implikasi Dikotomi: TNI bisa dianggap melanggar prinsip non-kompetensi dalam urusan sipil, mengingat mereka bukan alat penegak hukum sipil.

3. Kasus Penanganan Konflik Papua

Contoh: Operasi keamanan di Papua melibatkan TNI secara besar-besaran untuk menghadapi kelompok separatis bersenjata (TPNPB-OPM).
• Seharusnya: Jika dianggap kelompok kriminal bersenjata, maka itu ranah Polri.
• Kenyataannya: Karena eskalasi kekerasan tinggi dan bersenjata berat, TNI mengambil peran utama.
• Implikasi Dikotomi: Menimbulkan kekhawatiran pelanggaran HAM karena pendekatan militer dalam wilayah sipil.

4. Konflik Kewenangan di Lapangan

Contoh: Perselisihan antara oknum TNI dan POLRI, seperti bentrok di daerah perbatasan atau pos pengamanan bersama (misalnya: kasus bentrokan di Mako Brimob vs Yonif TNI beberapa tahun lalu).
• Implikasi Dikotomi: Menunjukkan bahwa meski secara struktural dipisah, di lapangan masih ada tumpang tindih peran dan ketegangan antar-institusi.

Analisis Dikotomi TNI – POLRI

1. Penanganan Terorisme (Operasi Tinombala)

Operasi ini menunjukkan bagaimana TNI masuk ke ranah yang secara normatif adalah tugas Polri. Hal ini menimbulkan perdebatan tentang batas peran masing-masing institusi, terutama karena ancaman terorisme berada di antara ancaman militer dan kriminalitas sipil. Dikotomi ini menguji fleksibilitas sistem keamanan nasional dan kebutuhan akan koordinasi lintas sektor.

2. Pengamanan Aksi Demonstrasi (Reformasi Dikorupsi 2019, Aksi Buruh, dll.)

Dalam situasi demonstrasi besar, terkadang TNI dilibatkan untuk memperkuat pasukan pengaman. Meskipun niatnya untuk menjaga ketertiban, kehadiran TNI dalam urusan sipil berisiko melanggar prinsip supremasi sipil atas militer. Ini menjadi indikator bahwa dikotomi peran belum sepenuhnya berjalan di lapangan.

3. Konflik di Papua (Operasi terhadap TPNPB-OPM)

Ketika TNI memegang peran utama dalam konflik di Papua, muncul kekhawatiran bahwa pendekatan militeristik akan mengesampingkan solusi hukum dan HAM. Di sisi lain, Polri juga menghadapi keterbatasan dalam menangani konflik bersenjata. Ini memperlihatkan dilema antara strategi pertahanan dan pendekatan hukum.

4. Konflik Kewenangan di Lapangan (Bentrokan Brimob vs Yonif TNI)

Benturan fisik antara aparat TNI dan Polri menandakan adanya masalah dalam koordinasi, ego sektoral, dan ketidakjelasan garis komando. Ini adalah dampak langsung dari dikotomi struktural yang belum diimbangi oleh mekanisme kerja sama yang kuat dan budaya saling menghormati.

Semoga kedepan TNI dan POLRI dapat lebih bersinergi dan saling menghormati dengan menghilangkan ego seltoral dalam tugas pertahanan dan keamanan negara.

Bintang Susmanto

Editor : Sukarno DPP AWI

Berita Terkait