

Mediataranews.com, Jakarta 27 April 2025; Megathrust adalah jenis gempa bumi tektonik yang terjadi di zona subduksi, yaitu daerah tempat satu lempeng tektonik menyusup ke bawah lempeng lainnya. Gempa ini terjadi di zona megathrust, yang merupakan bidang kontak antara dua lempeng tektonik.
Megathrust merupakan gempa bumi besar, dengan magnitudo yang dapat mendekati M 9,0 atau lebih. Gempa ini berpotensi menyebabkan tsunami besar, karena terjadi di bawah laut dan mengangkat massa air secara signifikan.
Megathrust terjadi akibat akumulasi tegangan di zona subduksi yang akhirnya dilepaskan dalam bentuk gempa bumi besar.
Indonesia merupakan salah satu negara dengan risiko megathrust tertinggi di dunia, karena terletak di Cincin Api Pasifik (Ring of Fire) dan berada di pertemuan beberapa lempeng tektonik utama. Gempa megathrust di Indonesia memiliki potensi untuk menyebabkan kerusakan besar dan tsunami dahsyat.
Indonesia terletak di pertemuan empat lempeng tektonik utama:
• Lempeng Indo-Australia (bergerak ke utara)
• Lempeng Eurasia (statis, tapi mengalami dorongan dari selatan)
• Lempeng Pasifik (bergerak ke barat)
• Lempeng Filipina (bergerak ke barat daya)
Pergerakan dan interaksi antar lempeng ini menciptakan beberapa zona subduksi di Indonesia, yang menjadi sumber gempa megathrust.
Indonesia memiliki beberapa zona megathrust aktif yang berpotensi memicu gempa bumi besar dan tsunami. Berikut adalah beberapa di antaranya:
1. Zona Megathrust Sumatra
📍 Lokasi: Pantai barat Sumatra, dari Aceh hingga Lampung
💥 Potensi: M 8,5 – M 9,3
🌊 Dampak: Tsunami besar berisiko menghantam Aceh, Sumatra Barat, Bengkulu, dan Lampung
🔴 Rekaman Sejarah:
Gempa dan Tsunami Aceh 2004 (M 9,1) – Menyebabkan lebih dari 230.000 korban jiwa.
Gempa Mentawai 2010 (M 7,8) – Menyebabkan tsunami lokal.
2. Zona Megathrust Selat Sunda
📍 Lokasi: diantara Sumatra dan Jawa
💥 Potensi: M 8,7 – M 9,0
🌊 Dampak: Tsunami berisiko menghantam Banten, Jakarta, dan Lampung
🔴 Ancaman:
Dampak langsung ke Jakarta → Potensi gelombang tsunami yang bisa mencapai pesisir Jakarta.
Erupsi Gunung Anak Krakatau bisa memperparah dampak tsunami.
3. Zona Megathrust Selatan Jawa
📍 Lokasi: Samudra Hindia, sepanjang pesisir selatan Pulau Jawa
💥 Potensi: M 8,7 – M 9,0
🌊 Dampak: Tsunami besar dapat menghantam Jawa Barat, Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur
🔴 Rekaman Sejarah:
Gempa dan Tsunami Pangandaran 2006 (M 7,7) – Tsunami setinggi 5–7 meter menghancurkan ribuan rumah.
4. Zona Megathrust Selatan Bali, Lombok, dan Sumbawa
📍 Lokasi: Perairan selatan Bali, Lombok, dan Sumbawa
💥 Potensi: M 8,5 – M 9,0
🌊 Dampak: Tsunami dapat menghancurkan destinasi wisata utama seperti Bali, Lombok, dan Gili Trawangan
🔴 Rekaman Sejarah:
Gempa Lombok 2018 (M 7,0) – Menghancurkan ribuan bangunan dan menewaskan lebih dari 500 orang.
5. Zona Megathrust Utara Papua
📍 Lokasi: Samudra Pasifik di utara Papua
💥 Potensi: M 8,5 – M 9,0
🌊 Dampak: Tsunami bisa menghantam pesisir utara Papua, bahkan mencapai Filipina dan Jepang.
Dampak Potensial Megathrust
1. Dampak Fisik dan Infrastruktur
💥 Kerusakan bangunan dan infrastruktur → Gedung-gedung runtuh akibat guncangan kuat.
💥 Jalan dan jembatan rusak → Menyebabkan kesulitan akses bantuan pasca bencana.
💥 Pelabuhan dan bandara lumpuh → Menghambat distribusi bantuan dan evakuasi korban.
2. Dampak Lingkungan
🌊 Tsunami besar → Air laut naik dengan cepat, menghancurkan pesisir dan menenggelamkan pemukiman.
🔥 Kebakaran akibat kabel listrik putus → Menambah kerusakan setelah gempa.
🏞 Perubahan garis pantai → Akibat pergeseran daratan dan likuifaksi tanah.
3. Dampak Sosial dan Ekonomi
❌ Korban jiwa dan luka-luka → Ribuan hingga ratusan ribu orang bisa menjadi korban.
❌ Gangguan ekonomi → Kehancuran sektor industri, perdagangan, dan pariwisata.
❌ Krisis pengungsi → Ribuan hingga ratusan ribu orang kehilangan tempat tinggal.
Potensi Multi-Hazard
Megathrust juga berpotensi menimbulkan bencana beruntun (multi-hazard) yang memperparah dampaknya. Berikut ancaman multi hazard yang dapat terjadi:
1. Gempa Bumi dari Sesar Terdekat
• Gempa megathrust dapat memicu gempa susulan atau mengaktifkan sesar aktif di sekitarnya.
• Sesar yang berdekatan dengan epicentrum gempa dapat mengalami pergeseran akibat pelepasan energi besar.
2. Tsunami
• Gempa megathrust dapat memicu tsunami besar
3. Tanah Longsor
• Gempa kuat dapat menyebabkan longsor di daerah perbukitan dan tebing curam.
• Getaran bisa melemahkan struktur tanah, terutama di daerah dengan kemiringan tinggi.
4. Erupsi Gunung
• Aktivitas tektonik dari megathrust dapat memicu kenaikan aktivitas vulkanik Gunung Berapi..
• Tekanan dari gempa dapat menyebabkan letusan freatik atau longsoran gunung, yang bisa memicu tsunami sekunder.
5. Banjir
• Jika megathrust terjadi saat musim hujan, kombinasi gempa, likuifaksi, dan tsunami dapat memperburuk banjir.
• Gempa dapat merusak tanggul dan sistem drainase di kota-kota besar.
6. Kebakaran
• Gempa besar dapat merusak infrastruktur listrik dan gas,menyebabkan kebakaran besar di perkotaan.
• Pipa gas yang pecah bisa menyebabkan ledakan dan kebakaran.
7. Likuifaksi
• Tanah berpasir dengan air tanah tinggi dapat berubah menjadi lumpur akibat getaran gempa.
• Bangunan dan infrastruktur bisa amblas atau tergelincir.
8. Bencana Hazmat (Hazardous Material Disaster)
• Gempa dapat merusak fasilitas industri kimia, kilang minyak, dan PLTU.
• Tumpahan bahan beracun dapat mencemari lingkungan.
MITIGASI DAN KESIAPSIAGAAN MENGHADAPI MEGATHRUST
Indonesia harus siap mengahadapi ancaman Megathrust dengan tujuan:
Mengurangi jumlah korban jiwa..
Mengurangi jumlah orang yang terdampak bencana.
Mengurangi kerusakan pada infrastruktur dan inventaris penting.
Meningkatkan kesiapsiagaan untuk menghadapi bencana.
Meningkatkan pengintegrasian pengurangan risiko bencana dalam kebijakan pembangunan.
Meningkatkan kapasitas negara dan masyarakat dalam mengelola risiko bencana.
Untuk itu dapat dapat dilakukan berbagai upaya dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Pencegahan dan Pengurangan Risiko
Pemetaan dan Identifikasi Risiko: Melakukan pemetaan seismik yang lebih baik untuk memahami potensi gempa besar. Data geologi dan seismik perlu dikumpulkan untuk menentukan daerah rawan gempa dan tsunami.
Perencanaan Tata Ruang yang Resilien: Merancang tata ruang yang mempertimbangkan zona rawan bencana. Pemukiman di daerah pesisir harus diawasi dengan ketat, dan pembangunan infrastruktur harus memperhitungkan ketahanan terhadap gempa dan tsunami.
Kebijakan Pengurangan Risiko: Membuat kebijakan yang melarang pembangunan di daerah rawan bencana dan memastikan adanya bangunan yang tahan gempa, serta infrastruktur yang mampu mengatasi potensi tsunami.
2. Meningkatkan Ketahanan Masyarakat
Pendidikan dan Kesadaran Publik: Memberikan pendidikan kepada masyarakat, khususnya yang tinggal di daerah pesisir, mengenai cara-cara mitigasi dan kesiapsiagaan terhadap bencana megathrust. Program-program seperti simulasi evakuasi gempa dan tsunami sangat penting.
Penyuluhan tentang Evakuasi dan Penyusunan Rencana Darurat: Mengedukasi masyarakat tentang jalur evakuasi dan tempat perlindungan yang aman. Membangun pusat evakuasi/TES (Tempat Evakuasi Sementara) yang dapat menampung warga dengan fasilitas yang memadai.
Pengembangan Kapasitas Sumber Daya Manusia: Melatih petugas penanganan darurat dan relawan dalam memberikan respons yang cepat dan efektif, serta melakukan evakuasi dengan aman.
3. Penguatan Infrastruktur dan Teknologi
Pembangunan Infrastruktur Resilien: Mengembangkan infrastruktur yang lebih tahan terhadap guncangan gempa dan tsunami, mencakup juga pembangunan pelabuhan, jalan, dan jembatan yang mampu bertahan terhadap bencana besar.
Sistem Peringatan Dini Tsunami dan Gempa: Mengoptimalkan dan meningkatkan sistem peringatan dini tsunami dan gempa yang sudah ada, serta memperkuat sistem komunikasi dan koordinasi antara lembaga pemerintah, masyarakat, dan organisasi terkait. Teknologi ini harus bisa memberikan peringatan yang cukup cepat dan akurat.
Pengembangan Sistem Monitoring dan Penelitian: Meningkatkan sistem pemantauan gempa dan tsunami menggunakan teknologi canggih seperti seismograf dan satelit untuk mendeteksi aktivitas seismik secara real-time.
4. Kesiapsiagaan dan Respon Darurat
Simulasi Bencana secara Rutin: Melakukan simulasi dan latihan bencana secara rutin, baik di tingkat pemerintah, masyarakat, maupun sektor swasta. Simulasi ini harus mencakup berbagai skenario bencana, termasuk evakuasi massal dan penyelamatan.
Koordinasi Antar Instansi: Membangun dan memperkuat koordinasi antar Instansi terkait (Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, BNPB, BPBD, BMKG, PVMBG, BRIN, Kementerian Sosial, Kementerian Kesehatan, Kementerian PUPR, BPN, TNI, Polri, PMI, instansi terkait,dan organisasi kemanusiaan) dalam merespons bencana. Sistem komunikasi yang terintegrasi sangat penting untuk efisiensi dalam penanganan darurat.
5. Pemulihan Pasca-Bencana
Rencana Pemulihan yang Komprehensif: Menyusun rencana pemulihan yang mengutamakan keberlanjutan sosial dan ekonomi. Pemulihan bukan hanya tentang pembangunan fisik tetapi juga mencakup aspek sosial, psikologis, dan ekonomi masyarakat yang terdampak.
Membangun Kembali dengan Lebih Baik (Build Back Better): Setelah bencana, pemulihan harus dilakukan dengan memperhatikan prinsip ketahanan jangka panjang. Infrastruktur yang rusak harus dibangun kembali dengan standar yang lebih baik dan lebih aman terhadap risiko bencana di masa depan.
6. Penguatan Kebijakan dan Kerjasama Internasional
Penguatan Kebijakan Mitigasi Bencana: Menyusun kebijakan yang mendukung pengurangan risiko bencana pada tingkat nasional dan lokal, termasuk alokasi anggaran yang cukup untuk mitigasi dan kesiapsiagaan.
Kerjasama Internasional: Berkolaborasi dengan negara-negara tetangga yang juga terancam oleh bencana megathrust, dalam hal pertukaran informasi, penelitian bersama, dan pengembangan teknologi mitigasi.
7. Monitoring dan Evaluasi Berkelanjutan
Pemantauan Terus-Menerus terhadap Risiko Bencana: Menetapkan sistem pemantauan berkelanjutan untuk mengidentifikasi perubahan dalam pola risiko bencana. Hal ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan teknologi terbaru dan data geospasial.
Evaluasi Kinerja Disater Risk Reduction: Melakukan evaluasi secara berkala terhadap program pengurangan risiko bencana untuk menilai efektivitas langkah-langkah yang telah diterapkan.
Secara umum solusi untuk menghadapi ancaman megathrust dapat dilakukan dengan pendekatan yang terintegrasi dan komprehensif meliputi:
Penerapan Kebijakan Mitigasi Bencana yang Ketat: Pembatasan pembangunan di daerah rawan gempa dan tsunami serta peningkatan standar konstruksi bangunan.
Penguatan Sistem Peringatan Dini dan Infrastruktur Evakuasi: Menyediakan sistem peringatan dini yang dapat mengirimkan informasi yang cepat dan jelas kepada masyarakat serta membangun jalur evakuasi yang aman dan mudah diakses.
Peningkatan Partisipasi Masyarakat: Mendorong keterlibatan aktif masyarakat dalam program mitigasi, seperti relawan yang terlatih dan penerapan teknologi untuk memantau dan mengurangi risiko.
Koordinasi Lintas Sektor: Kerjasama antara pemerintah, sektor swasta, lembaga masyarakat, dan internasional untuk membangun ketahanan sosial dan ekonomi terhadap bencana megathrust.
Penerapan langkah-langkah tersebut tersebut di atas secara komprehensif dapat meminimalisir risiko dan dampak bencana megathrust. Kolaborasi antar instansi, edukasi publik, dan penggunaan teknologi mutakhir menjadi kunci keberhasilan dalam menjaga keselamatan masyarakat.
Jakarta, 27 April 2025
Penulis : Drs. Bintang Susmanto, Ak, MBA, CA, QIA Pemerhati Kebijakan Publik, Bela Negara, dan Kebencanaan Inspektur Utama BNPB Th 2008-2018
Editor : Sukarno, SE Ketua DPP AWI
