

Drs Bintang Susmanto, Ak, MBA, CA, QIA. bersama Sukarno, SE Ketua DPP AWI – ( Aliansi Wartawan Indonesia )
Jakarta, tanggal 10 Juni 2025 mediataranews.com ; Pemerintah telah mengumumkan akan mencabut ijin usaha 4 perusahaan pertambangan di Raja Ampat. Namun demikian polemik diperkirakan masih akan berlanjut karena masih ada satu perusahaan pertambangan lagi yang masih dapat beroperasi (PT GAG Nikel) di Raja Ampat. PT GAG Nikel sudah punya RKAB sedangkan 4 perusahaan yang lain tidak punya RKAB.
1. RKAB dalam Usaha Pertambangan.
RKAB adalah singkatan dari Rencana Kerja dan Anggaran Biaya. Dalam usaha pertambangan, RKAB adalah dokumen rencana kerja dan anggaran biaya yang wajib disusun dan disampaikan oleh pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sebagai pedoman dalam pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan.
RKAB memuat rencana kegiatan pertambangan untuk periode waktu tertentu, baik untuk tahap eksplorasi maupun operasi produksi. Dokumen ini harus mendapatkan persetujuan dari Menteri ESDM melalui Direktur Jenderal atau Gubernur sesuai dengan kewenangannya.
Fungsi utama RKAB antara lain:
* Sebagai pedoman bagi perusahaan dalam melaksanakan kegiatan pertambangan.
* Sebagai laporan kepada pemerintah mengenai rencana kegiatan, sehingga pemerintah dapat melakukan pengawasan dan evaluasi.
* Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan persetujuan pemerintah atas rencana kegiatan pertambangan.
* Memastikan akuntabilitas perusahaan dalam melaksanakan kegiatan sesuai dengan yang tercantum dalam RKAB.
* Menjamin perlindungan lingkungan dan aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
2. Persyaratan untuk Mendapat RKAB.
Persyaratan untuk mendapatkan persetujuan RKAB bervariasi tergantung pada tahap kegiatan (eksplorasi atau operasi produksi). Secara umum, dokumen RKAB harus memuat aspek pengusahaan, aspek teknik, dan aspek lingkungan.
Beberapa dokumen dan informasi yang umumnya menjadi persyaratan atau harus dimuat dalam RKAB antara lain:
* Surat Permohonan: Ditujukan kepada pihak berwenang (Kepala Dinas ESDM Provinsi atau Direktur Jenderal atas nama Menteri ESDM).
* Salinan Surat Persetujuan Pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP/IUPK).
* Salinan Izin Lingkungan.
* Salinan Pengesahan Kepala Teknik Tambang (KTT).
* Rencana Teknis Pertambangan: Meliputi metode penambangan, volume produksi, jadwal kegiatan, dan lain-lain.
* Rencana Anggaran Biaya: Rincian estimasi biaya untuk setiap kegiatan.
* Rencana Pengelolaan Lingkungan: Termasuk rencana reklamasi dan pascatambang.
* Rencana K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja).
* Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) atau Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL) yang telah disetujui.
* Rencana pemberdayaan masyarakat sekitar.
3. Untuk mendapatkan RKAB Harus Ada AMDAL.
Dalam rangka memperoleh RKAB harus ada AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) atau UKL-UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan). Dokumen lingkungan ini merupakan prasyarat mutlak dalam usaha pertambangan.
Setiap kegiatan usaha pertambangan yang memiliki dampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki AMDAL. Jika dampaknya tidak termasuk dalam kategori penting, maka cukup dengan UKL-UPL. Persetujuan lingkungan (AMDAL atau UKL-UPL) merupakan salah satu komponen penting yang harus dimiliki sebelum RKAB disetujui dan kegiatan pertambangan dapat dimulai. AMDAL menilai dampak lingkungan yang mungkin timbul akibat kegiatan pertambangan dan rencana pengelolaan lingkungan untuk meminimalkan dampak negatif tersebut.
4. Potensi Pelanggaran Peraturan Dalam Pertambangan Nikel di Raja Ampat.
Beberapa izin pertambangan nikel di Raja Ampat melanggar peraturan. Pemerintah, melalui Kementerian ESDM, telah mencabut empat Izin Usaha Pertambangan (IUP) nikel di Raja Ampat karena pelanggaran ketentuan lingkungan hidup.
Peraturan yang diduga dilanggar antara lain:
* Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba):
Undang-undang ini mengatur tentang perizinan, tata kelola, dan kewajiban lingkungan dalam kegiatan pertambangan. Pelanggaran dalam hal tidak memiliki dokumen lingkungan atau tidak melaksanakan kegiatan sesuai izin dapat melanggar UU ini.
* Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil:
Undang-undang ini secara spesifik mengatur larangan penambangan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil jika kegiatan tersebut dapat merusak ekosistem atau keberlanjutan lingkungan hidup. Raja Ampat dikenal sebagai gugusan pulau-pulau kecil dengan keanekaragaman hayati laut yang sangat tinggi, sehingga kegiatan pertambangan di sana sangat rentan melanggar ketentuan ini.
* Peraturan Pemerintah/Menteri terkait perizinan lingkungan:
Pelanggaran terkait dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) atau tidak memiliki persetujuan lingkungan merupakan pelanggaran serius terhadap peraturan lingkungan.
* Ketentuan lain terkait Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW):
Kegiatan pertambangan harus sesuai dengan RTRW yang berlaku. Jika lokasi tambang berada di luar zona yang diizinkan untuk pertambangan, maka akan terjadi pelanggaran tata ruang.
Pencabutan IUP nikel di Raja Ampat menunjukkan adanya indikasi kuat pelanggaran.
Beberapa poin penting dari kasus ini:
* Pelanggaran Lingkungan:
Beberapa perusahaan mungkin tidak memiliki dokumen lingkungan (AMDAL/UKL-UPL) atau persetujuan lingkungan, atau membuka tambang di luar izin lingkungan dan kawasan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH). Hal ini menunjukkan ketidakpatuhan terhadap prinsip-prinsip keberlanjutan dan perlindungan lingkungan. Dampak yang telah terjadi atau berpotensi terjadi adalah kerusakan hutan, sedimentasi di pesisir pantai, dan ancaman terhadap terumbu karang yang merupakan aset vital ekowisata Raja Ampat.
* Risiko Terhadap Ekosistem Sensitif:
Raja Ampat adalah salah satu pusat keanekaragaman hayati laut terkaya di dunia dan merupakan tujuan wisata bahari internasional. Kegiatan pertambangan nikel, yang umumnya melibatkan pembukaan lahan besar dan limbah tambang, sangat berisiko merusak ekosistem terumbu karang, mangrove, dan biota laut lainnya yang sangat sensitif.
* Pertentangan dengan Status Kawasan:
Status Raja Ampat sebagai kawasan konservasi, destinasi pariwisata super prioritas, dan geopark dunia secara implisit menuntut perlindungan yang sangat ketat terhadap lingkungannya. Aktivitas pertambangan nikel yang merusak lingkungan bertentangan dengan visi pengembangan dan pelestarian kawasan ini.
* Kecaman Publik dan Tekanan Aktivis:
Isu pertambangan nikel di Raja Ampat telah menuai kecaman luas dari masyarakat sipil, aktivis lingkungan, dan pegiat pariwisata, yang mendorong pemerintah untuk bertindak tegas.
Pertambangan nikel di Raja Ampat yang melibatkan empat perusahaan yang IUP-nya telah dicabut kemungkinan melanggar peraturan perundang-undangan, khususnya terkait lingkungan hidup dan kemungkinan besar juga Undang-Undang tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Pelanggaran ini menimbulkan dampak serius terhadap lingkungan dan mengancam keberlanjutan ekosistem serta potensi pariwisata di Raja Ampat. Tindakan pencabutan IUP oleh pemerintah menunjukkan komitmen untuk menegakkan hukum dan melindungi kawasan yang memiliki nilai konservasi tinggi.
Namun demikian masih ada satu lagi PR yg masih berpotensi menyisakan polemik, yakni masih boleh beroperasinya satu perusahaan yang telah memiliki RKAB (PT GAG Nikel).
Dari lima perusahaan tambang nikel yang beroperasi di Raja Ampat, empat di antaranya telah dicabut IUP-nya, namun PT GAG Nikel masih diizinkan untuk beroperasi.
PT GAG Nikel adalah satu-satunya perusahaan tambang nikel di Raja Ampat yang masih memiliki izin dan RKAB yang disetujui untuk tahun 2025.
Drs Bintang Susmanto, Ak, MBA, CA, QIA
Status Operasional PT GAG Nikel :
* Kontrak Karya:
PT GAG Nikel memiliki status Kontrak Karya (KK) Generasi VII, yang merupakan perjanjian lama antara pemerintah dengan perusahaan tambang. Kontrak karya ini memiliki kerangka hukum dan teknis yang berbeda dibandingkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang dimiliki empat perusahaan lain yang dicabut. Izin PT GAG Nikel ini terbit pada tahun 1998, bahkan ada sebelum era reformasi.
* Persetujuan RKAB:
PT GAG Nikel adalah satu-satunya yang telah mendapatkan persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) untuk tahun 2025. Ini menjadi salah satu alasan mengapa operasionalnya tidak dihentikan sementara seperti yang lain.
* Klaim Kepatuhan Lingkungan:
PT GAG Nikel mengklaim bahwa aktivitas pertambangan di Pulau Gag dilakukan sesuai dengan AMDAL yang telah disetujui. Disebutkan bahwa reklamasi lahan telah dilakukan pada lebih dari 130 hektar dari total bukaan tambang sekitar 260 hektar, dan sekitar 54 hektar telah dikembalikan ke negara.
* Jauh dari Zona Geopark:
PT GAG Nikel mengklaim bahwa lokasi tambang mereka di Pulau Gag berada di luar zona inti Geopark Raja Ampat yang mencakup empat pulau utama (Waigeo, Batanta, Salawati, dan Misool) dan Kepulauan Wayag. Hal ini menjadi argumen utama mengapa operasinya tidak dicabut.
* Pengawasan Ketat:
Pemerintah menyatakan akan melakukan pengawasan ketat terhadap operasional PT GAG Nikel, terutama terkait aspek lingkungan, reklamasi, dan tidak boleh merusak terumbu karang.
* Status Aset Negara:
Menteri ESDM juga menyebutkan bahwa PT GAG Nikel merupakan bagian dari aset negara (anak usaha PT Aneka Tambang Tbk / Antam), sehingga dianggap perlu diawasi secara khusus agar tetap beroperasi sesuai kaidah.
Meskipun PT GAG Nikel dikatakan telah memenuhi persyaratan, ada beberapa pandangan dan potensi kemungkinan adanya pelanggaran yang masih menjadi sorotan dan perlu ditelaah/dikaji ulang :
* Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil:
Undang-undang ini melarang penambangan di pulau-pulau kecil. Pulau Gag, tempat PT GAG Nikel beroperasi, adalah pulau kecil. Meskipun pemerintah mengklaim berada di luar zona inti geopark, esensinya Pulau Gag tetaplah pulau kecil. Ini adalah poin krusial yang masih menjadi perdebatan.
* Aspek Lingkungan yang Lebih Luas:
Meskipun dokumen AMDAL mungkin sudah ada, dampak jangka panjang pertambangan nikel di pulau kecil tetap menjadi kekhawatiran serius bagi aktivis lingkungan. Kerusakan ekosistem, sedimentasi, dan potensi pencemaran tetap menjadi ancaman, terlepas dari klaim reklamasi.
* Kritik dari Pihak Ketiga:
Sejumlah organisasi lingkungan seperti Greenpeace dan masyarakat sipil lainnya terus menyuarakan kekhawatiran dan kritik terhadap keberadaan tambang nikel di Raja Ampat, termasuk PT GAG Nikel, mengingat status Raja Ampat sebagai kawasan konservasi dan destinasi pariwisata kelas dunia.
* Fakta Lapangan vs. Dokumen:
Perlu dilakukan verifikasi independen secara berkala untuk memastikan bahwa klaim kepatuhan lingkungan oleh PT GAG Nikel benar-benar terealisasi di lapangan dan tidak ada dampak negatif.
PT GAG Nikel masih beroperasi karena dianggap telah memenuhi persyaratan administrasi dan lingkungan, termasuk memiliki RKAB yang disetujui dan dokumen lingkungan yang lengkap, serta posisinya sebagai pemegang Kontrak Karya yang memiliki dasar hukum berbeda. Pemerintah juga mengklaim lokasinya di luar zona inti geopark Raja Ampat dan berkomitmen untuk mengawasi ketat.
Namun, keberadaan tambang di Pulau Gag (yang notabene adalah pulau kecil) menimbulkan pertanyaan serius mengenai konsistensi dengan Undang-Undang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil serta komitmen perlindungan lingkungan Raja Ampat secara keseluruhan. Meskipun telah dikatakan memenuhi syarat, masih ada pandangan yang berpendapat bahwa aktivitas pertambangan di pulau kecil, apa pun bentuknya, tetap berpotensi melanggar peraturan dan prinsip keberlanjutan lingkungan.
Penting juga bagi pemerintah untuk terus melakukan pengawasan ketat dan memastikan bahwa kegiatan pertambangan mematuhi seluruh peraturan yang berlaku dan tidak merusak lingkungan.
Drs Bintang Susmanto, Ak, MBA, CA, QIA
Referensi :
* Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba).
* Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
* Peraturan Menteri ESDM Nomor 10 Tahun 2023 tentang Tata Cara Penyusunan, Penyampaian, Evaluasi, dan Persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya, serta Pelaporan Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
* Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
* Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Penulis : Drs. Bintang Susmanto, Ak, MBA, CA, QIA
Editor : Sukarno, SE Ketua DPP AWI
