

Mediataranews.com, Jakarta 14 April 2025, Drs Bintang Susmanto Ak MBA CA QIA : ~ Kerlibatan CIA dalam PRRI dan Permesta. Tahun 1950-an adalah masa penuh gejolak bagi Republik Indonesia yang baru merdeka. Di tengah euforia kemerdekaan, ketegangan mulai merayap dari daerah-daerah yang merasa tertinggal oleh pusat kekuasaan di Jakarta. Di Sumatera Barat dan Sulawesi Utara, perwira-perwira militer menyatakan ketidakpuasan mereka. Mereka tidak merasa memberontak, tapi mereka merasa dikhianati karena mereka merasa pemerintah pusat tidak berlaku adil terhadap daerah.
Tahun 1957 di Makassar, Kolonel Ventje Sumual menggagas Permesta. Ia menuntut desentralisasi, pembagian kekuasaan yang adil. Di Padang, Kolonel Ahmad Husein bersiap mendeklarasikan PRRI, menantang legitimasi pemerintah pusat.
Tapi perlawanan ini tidak berdiri sendiri. Di balik layar, sebuah kekuatan asing mulai ikut campur. Langkah CIA dimulai. Dalam ketegangan Perang Dingin, Amerika Serikat melihat Indonesia sebagai titik strategis di Asia Tenggara. Presiden Soekarno dengan retorika anti-Barat dan kedekatannya dengan PKI dianggap oleh Amerika Serikat sebagai ancaman serius.
CIA diam-diam mengalirkan senjata dan amunisi, serta memberi pelatihan kepada PRRI dan Permesta. Mereka juga menyuplai pesawat tempur dan pilot bayaran.
Bulan Mei 1958 langit Ambon digemuruhkan oleh dentuman bom. Sebuah pesawat tempur B-26 Invader menjatuhkan bom ke sasaran pemerintah Indonesia. Tapi pagi itu, nasib mengubah segalanya. Tgl 18 Mei 1958 sebuah pesawat disergap oleh TNI Angkatan Udara. Pesawat berhasil ditembak jatuh dan pilotnya berhasil ditangkap hidup-hidup. Pilotnya bernama Allen Lawrence Pope, seorang warga negara Amerika Serikat, pilot rahasia CIA.
Bukan hanya Indonesia yang terkejut. Dunia internasional juga tersentak. Pemerintah Amerika Serikat tak bisa lagi sembunyi di balik kata “tidak tahu”.
Washington kalang kabut. CIA buru-buru menarik dukungan. PRRI dan Permesta kehilangan momentum. Dan Pope, simbol kegagalan misi rahasia itu, menjadi kartu tawar diplomatik dalam hubungan Jakarta–Washington.
Empat tahun Pope ditahan. Empat tahun itu juga ia menjadi bukti hidup keterlibatan asing dalam politik Indonesia. Pada akhirnya tahun 1962 Pope dibebaskan melalui lobi Amerika Serikat.
Kepercayaan Presiden Soekarno terhadap Barat menghilang. Ia menoleh ke Timur: Beijing dan Moskow. Dunia segera tahu, Indonesia bersiap memainkan peran besar dalam pusaran ideologi global.
Inilah kisah bayangan di langit Nusantara, ketika sebuah republik muda berdiri di antara ideologi, senjata, dan pemberontakan.
Penulis : Drs Bintang Susmanto, Ak, MBA, CA, QIA
Pemerhati Kebijakan Publik, Bela Negara, dan Kebencanaan.
Inspektur Utama BNPB Th 2008-2018
Editor : Sukarno, SE Ketua DPP AWI
